Kiat sukses bergaul


1. Tempatkanlah sobat kita di urutan pertama
Sudah lazim apabila seseorang yang bertamu mengatakan ke pada tuan/nyonya rumah begini, "kedatangan saya kesini, pertama untuk silahturahmi. kedua, untuk meminjam..."atau"...untuk menawarkan ..."atau"...untuk minta tolong kepada kita", dan lain-lain. Silahturahmi atau berhandai-handai untuk memupuk persahabatan memeang diletakkan di urutan pertama, namun kenyataannya pokok pembicaraan adalah pada yang kedua. Silahturahminya lali dulupakan karena fungsinya memang hanya sebagai pembuka saja.
Dalam hubungan antarpribadi yang tidak begitu dekat apa lagi hubungan resmi, misalnya pegawai bank dengan nasabah, pramuniaga dengan pembeli, guru dengan orang tua murid, tujuan yang praktis-pragmatis dalam tiap perjumpaan memang harus ada. Kalau tak ada tujuannya kedua belah pihak merasa aneh.
Sebaliknya, hubungan antarpribadi yang mendalam, misalnya hubungan antara dua sobat kental, tidaklah harus mempunyai tujuan. Perjumpaan dua pribadi itulah tujuannya. Berbagi rindu, berbagi nostalgia, berbagi pengalaman, berbagi gagasan, berbagi perasaan, itulah tujuannya. Kalaupun ada tujuan pragtis-pragmatis, itu adalah nomor kesekian.
2. Hadirlah
Dalam perjumpaan dua pribadi, pribadi atau manusialah yang terpenting. Segala macam "tujuan" harus diletakkan di urutan kedua, ketiga, atau kesekian. Lalu apa yang harus kita lakukan dalam perjumpaan itu? Hadirlah saja.
"Hadir" tidaklah sekedar berarti ada secara fisik. Saya bisa saja duduk bersanding dengan si A tetapi pikiran saya melayang ke tempat lain dan perasaan saya ada pada si B. Jadi, saya dan si A hanya secara fisik berdekatan, tetapi secara mental berjauhan. Apabila si A adalah orang yang peka dia akan sadar bahwa saya "tidak berada di tempat" dan dia akan menutup diri dan bersikap dingin. Komunikasi yang sebenarnya, perjumpaan dua hati lalu tidak terjadi.
"Untuk benar-benar mengerti sesama kita, kita harus berjalan satu mil dengan memakai sepatunya", begitulah pepatah kuno Indian Amerika seperti dikutip oleh John Powell. Suatu perumpamaan yang indah! Dalam bahasa psikologi hal itu disebut "empati". Ketika berempati pada seseorang, "kita memikirkan apa yang ia pikirkan, menginginkan apa yang ia inginkan, merasakan apa yang ia rasakan. Pendeknya, kita mengalami apa yang ia alami", begitu penjelasan John Powell.
Kehadiran secara total, lahiriah dan rohaniah (melalui empati), sangatlah dibutuhkan, baik oleh anak-anak maupun orang tua, terutama yang sudah lanjut usia.
Anak-anak modern sering terlantar karena ayah-ibu mereka bekerja, sibuk sendiri-sendiri, dan lebih sering berada di luar rumah. Mereka memang tercukupi secara lahiriah (makan, sandang, dan keperluan lainnya). Akan tetapi, secara rohaniah mereka kering; mereka tidak cukup mendapat pendampingan, perhatian, dan cinta kasih. Oleh karena itu, tak heranlah kalau para psikolog anak dan penyuluh keluarga di negara-negara maju menyerukan moto " Anakmu lebih membutuhkan kehadiranmu daripada hadiah-hadiahmu".
Berempati ternyata jauh dari yang kita duga, cukup sukar dilakukan. Kita membutuhkan banyak energi dan lebih dari itu, kerelaan serta kemauan untuk berkonsentrasi supaya bisa "masuk" ke dalam diri teman bicara kita "berjalan dengan memakai sepatunya", menurut pepatah Indian Amerika tadi.
Walaupun cukup sukar, kalau kita berhasil melakukannya tiap kali kita berkomunikasi dengan sesama, hidup kita sendiri akan diperkaya. Dan teman-teman kita akan tahu bahwa kita adalah teman ngobrol yang enak.
Pergaulan akan mendalam atau persabatan antara dua orang akan bertahan kalau mereka saling menemukan bahwa temannya ngobrol yang enak. Namun demikian, diperlukan kiat-kiat lain sperti: janganlah ingin menjadi nomor satu, gunakan dan cermatilah 'bahasa tubuh teman anda', janganlah berperan sebagai 'orang tua', manfaatkanlah perbedaan kita, perhatikanlah hal-hal kecil secara positif, pujilah teman kita tapi pujian yang benar dan tulus, mulailah terlebih dulu, Berikanlah hadiah atau buah tangan untuk dia, selalu-lah berkomunikasi lewat media social.
     
Semoga bermanfaat sobat muda :)

No comments:

Post a Comment