Kolonialisme dan Imperialisme Portugis di Indonesia

Portugis merupakan negara Eropa pertama yang berusaha mencari jalan laut ke dunia timur. Bartholomeus Diaz berhasil mencapai Tanjung Harapan pada tahun 1486 dan Vasco da Gamma menginjakkan kaki di Calicut tahun 1498. Tiga belas tahun kemudian, Alfonso d'Albuquerque dapat menguasai pelabuhan Malaka. Penaklukan Malaka merupakan langkah strategis Portugis dalam upaya menguasai wilayah perdagangan dan pelayaran di Asia Tenggara.
Ketika Portugis menduduki malaka kegiatan para pedagang muslim beralih ke Aceh. Keadaan tersebut sangat merugikan Portugis. Karena secara ekonomis wilayah Aceh menjadi lebih pesat perkembangan ekonominya dari pada mereka. Portugis kemudian berusaha membuat kekacauan di Aceh, tetapi usaha tersebut berhasil digagalkan oleh kesultanan Aceh.
Salah seorang yang dengan gigih menumpas kekacauan yang dilakukan portugis adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Setelah Sultan Ali Mughayat Syah wafat kekuasaan Aceh dipegang Sultan Alaudin Riyat Syah (1537-1568), saat itu Aceh berhasil mengusir Portugis yang bersekutu dengan Johor.
Ketika Kesultanan dipimpin Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Tetapi karena perlengkapan senjata yang dimiliki Portugis lebih lengkap, penyerangan tersebut tidak membuahkan keberhasilan. Setelah menaklukan Malaka, Portugis melanjutkan pertualangannya ke Maluku di bawah pimpinan Antonio d'Abreau. Pada tahun 1512 Portugis mulai memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Dalam upaya mencapai tujuannya, Portugis memanfaatkan persaingan yang terjadi di Maluku. Pada saat itu Ternate tengah bersaing dengan Tidore yang bersekutu dengan Spanyol. Portugis segera menggunakan kesempatan tersebut dengan cara membantu Ternate. Sudah barang tentu kehadiran Portugis di Ternate mendapati simpati dari rakyat. Terlebih lagi rakyat Ternate mengira bahwa Portugis merupakan bangsa pedagang yang akan berperan menaikkan harga rempah-rempah. Oleh karena itu, Portugis diizinkan mendirikan benteng di Ternate. Pada tempat lain di Maluku, Portugis pun membantu Hiu yang sedang bersaing dengan seram.
Bangsa Portugis ternyata tidak sekedar mendirikan benteng, mereka pun berhasil mengajukan keinginan untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah yang dituangkan dalam suatu perjanjian. Sejak adanya perjanjian tersebut, rakyat Ternate merasa dirugikan karena harus menjual rempah-rempah dengan harga yang sangat rendah kepada Portugis. Bangsa Portugis yang baru dikenal sebagai sahabat kemudian berubah menjadi pemeras. Oleh karena itu, rakyat Ternate serentak menyatakan permusuhannya terhadap bangsa Portugis.
Pada tahun 1533, rakyat Ternate membakar benteng milik Portugis di bawah pimpinan Dajalo. Portugis segera mengirim bala bantuan dari Maluku kembali berjuang mempertahankan wilayahnya. Pada akhir peperangan, Antonio Galvo berhasil memaksakan perdamaian dengan rakyat Maluku sehingga Portugis masih dapat mempertahankan kekuasaan di wilayah ini.
Untuk beberapa saat, Portugis masih dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Hal ini di perkuat dengan perjanjian yang dibuat tahun 1570 antara Gubernur Lopez de Mesquita dan Raja Ternate, Sultan Hairun. Namun, tidak beberapa lama setelah perjanjian itu Sultan Hairun dibunuh oleh suruhan Lopez de Mesquita. Kejadian ini menyulut kemarahan Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun. Peperangan rakyat Ternate melawan Portugis segera berkobar. Selama hampir tujuh tahun, satu demi satu benteng-benteng Portugis dapat direbut Ternate. Pada tahun 1577, rakyat Ternate dapat mengusir Portugis dari wilayahnya.
 
Semoga bermanfaat :)   

1 comment:

  1. tahun 1580 Spanyol dan Portugis bersatu dan kembali ingin menguasai ternate. Ternate kemudian bekerja sama dengan Mindanao namun mereka dikalahkan oleh Spanyol Portugis.

    ReplyDelete