Mitos dan Ideologi di Indonesia

Menurut Buku yang pernah saya baca, kekuasaan itu ditegakkan oleh dua pilar. Pertama, pilar ideologi. Kedua, pilar militer. Kekuasaan yang dipertahankan melalui kekuatan militer sangat tinggi biayanya. Rakyat harus terus-menerus diancam dan ditakuti, supaya mau tunduk. Penguasa harus tetap siaga penuh. Begitu penguasa lengah maka rakyat memberontak. Kekuasaan yang ditegakkan oleh kekuatan militer senantiasa ada dalam ketegangan. Karena itu, Napoleon pernah berkata, "Anda bisa menaklukkan orang dengan bayonet, tapi anda tidak bisa duduk berkuasa di atas bayonet."
Karena itulah ideologi, rakyat yang dikuasai bisa menerima penguasa sehingga mereka tidak membangkang atau memberontak. Bahkan adanya sang penguasa disyukuri oleh rakyat. Dalam keadaan begini, jelas aparat militer bisa diistirahatkan, biaya operasi militer dihemat. Baru kalau ada orang yang mempersoalkan ideologi tersebut, dan ini biasanya dilakukan oleh kaum intelektual yang kritis, aparat militer ini digunakan lagi.
Ideologi ini disebarkan melalui pendidikan, pidato-pidato, agama, melalui media masa, dan sebagainya. Inilah yang dilakukan pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto.
Pemerintah Orde Baru juga sangat mengandalkan konsep negara kekeluargaan atau negara integralistik yang diperkenalkan oleh Supomo ketika merancang UUD 1945. Dinyatakan bahwa Indonesia tidak mau mengambil konsep barat tentang negara liberal-demokratik, ataupun diktator-otoritarian. Konsep negara kekeluargaan diambil dari budaya kita sendiri yang sudah dikembangkan oleh nenek moyang kita, katanya.
Dalam konsep ini, kepala sebuah negara dianggap sebagai bapak, dan rakyat adalah anak-anaknya. Bapak punya kekuasaan yang besar, tapi kekuasaan itu, digunakan untuk kebaikan sang anak. Mana ada bapak yang mau menyakiti anak-anaknya, demikian ulah para pejabat tinggi pemerintah Orde Baru, kalau ada kebijakannya yang oleh rakyat dianggap sebagai merugikan mereka.
Jadi, dalam konsep negara kekeluargaan ini, rakyat tidak dibiarkan punya kekuasaan penuh. Ini akan jadi anarki, karena mereka masih anak-anak (Ingat rakyat masih bodoh), belum tahu apa yang paling baik bagi mereka. Pengetahuan ini hanya dimiliki oleh sang bapak.
Pimpinan negara bukan seorang diktator yang sewenang-wenang, karena dia adalah seorang bapak. Sekali lagi, mungkinkah seorang bapak menginginkan hal yang tidak baik bagi anak-anaknya? Dalam ideologi ini, realitas bangsa dan negara ditampilkan sebagai sebuah keluarga besar. Ideologi ini diharapkan bisa menghasilkan sebuah masyarakat politik dari "Sang anak" yang percaya dan patuh kepada "Bapaknya".
Melengkapi konsep negara kekeluargaan untuk menciptakan kepatuhan masyarakat, pemerintah Orde Baru memperkenalkan juga konsep Trilogi Pembangunan. Konsep ini juga bertujuan memupuk kepatuhan masyarakat terhadap pemerintahannya. Hanya, dalam konsep atau ideologi Trilogi Pembangunan, analisis yang "Rasional" lebih dikemukakan.
Dalam konsep Trilogi Pembangunan, ada tiga hal yang dikemukakan:
  1. Pertumbuhan ekonomi.
  2. Stabilitas politik.
  3. pemerataan.
Dalam konsep ini dikatakan bahwa prioritas utama diberikan kepada pertumbuhan ekonomi. Orde Baru muncul setelah Indonesia mengalami kesulitan ekonomi pada pertengahan tahun 1960-an di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno, karna diboikot dan dikucilkan oleh negara-negara adikuasa seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat dan Jepang. Karena itu, prioritas pada kebutuhan ekonomi disambut dengan hangat oleh rakyat ketika itu, karena ini dianggap bisa mengatasi kemiskinan yang sangat parah. Para teknokrat ekonomi pun menjadi salah satu tulang-punggung dalam penegakkan rezim Orde Baru ketika itu.
Pertumbuhan ekonomi ini, begitu selanjutnya yang diajarkan oleh ideologi Trilogi Pembangunan, hanya bisa dicapai kalau ada stabilitas politik. Kita tidak boleh terlalu banyak bertikai. Mari satukan langkah dalam derap pembangunan ekonomi. Kalau ada yang tidak sepaham, dia itu adalah orang yang tidak mau menyambut pembangunan. Dia adalah musuh rakyat. Termasuk orang yang selalu membicarakan soal hak asasi manusia. Bukan karena pemerintah anti kepada hak asasi manusia, tapi dalam era pembangunan ini, hak tersebut hendaknya tidak terlalu diutamakan, katanya.
Tugas untuk menyelenggarakan stabilitas politik dipercayakan kepada militer. Terutama untuk melayani orang-orang yang tidak sepaham tadi. Karena itu, dalam ideologi Trilogi Pembangunan, teknokrat ekonomi dan militer merupakan dwitunggal yang tidak bisa dipisahkan.
Kedua aktor inilah yang diandalkan untuk menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi. Setelah ini dicapai, maka pemerataan pendapatan untuk menanggulangi kemiskinan dapat mulai dilaksanakan.     
Yang dicapai memang cukup meyakinkan. Stabilitas politik mantap dan pertumbuhan ekonomi tinggi. Memang ada korupsi, dan ada pengekangan terhadap kebebasan menyatakan pendapat, tapi ini tampaknya ditenggang, sambil menantikan pemerataan pendapatan dijalankan. Tampaknya banyak orang beranggapan bahwa yang dibutuhkan rakyat di bawah adalah sembilan bahan pokok (Sembako), bukan demokrasi politik.
Yang kurang dipahami orang pada waktu itu adalah bahwa stabilitas politik bukanlah hanya sekedar bebas dari goncangan politik, tapi bagaimana lembaga-lembaga demokrasi diperkuat sehingga meskipun terjadi perbedaan pendapat dan pertikaian politik (Yang memang tidak bisa dihindari), masalah ini bisa diselesaikan dengan relatif baik oleh lembaga-lembaga demokrasi yang ada. Yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru adalah memperkuat lembaga negara dan membungkam segala macam perbedaan pendapat. Suasana memang tenang, tapi sekaligus tegang dan membosankan.
Kesimpulannya, Kehidupan manusia memang selalu membutuhkan mitos, dan memerlukan ideologi. Realitas harus diberi makna. Makna inilah yang menjadi pedoman dalam kehidupan kita. Karena itu, selama ada manusia, di sana pasti ada mitos dan idelogi.
Karena menghapuskan mitos dan ideologi merupakan pekerjaan yang sia-sia, maka yang penting adalah menjaga supaya dalam sebuah masyarakat tidak hanya ada satu mitos atau ideologi saja. Harus ada mitos atau idelogi lain secara bersamaan. Supaya kita bisa membandingkan, dan karenanya, menjadi kritis.
Semoga bermanfaat :)  


No comments:

Post a Comment