Kehidupan keluarga, meskipun berskala kecil, mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat secara umum. Seorang suami atau istri ketika berinteraksi sosial secara umum, pasti akan terpengaruh oleh apa yang terjadi dalam rumah tangganya. Selain itu, keluarga juga menjadi "pabrik" yang akan mencetak generasi-generasi suatu masyarakat. Kalau pabriknya tidak dikelola dengan baik, maka hasilnya tentu akan tidak baik pula.
Oleh karena itulah, pengelolaan keluarga harus dilakukan sebaik mungkin. Salah satu contoh pengelolaan rumah tangga yang sangat baik untuk diikuti adalah rumah tangga Rasulullah SAW. Sebuah rumah tangga yang berjalan sesuai prinsip pembinaan keluarga menurut Islam. Meskipun istri Rasulullah SAW sangat banyak, beliau ternyata mampu untuk mengatur sedemikian rupa, sehingga tujuan pembentukan rumah tangga sesuai ajaran Islam pun dapat dicapai olehnya.
Pola pembinaan keluarga Rasulullah SAW sangat penting untuk dipelajari dan dicontoh oleh mereka yang akan, maupun yang sedang membina kehidupan berumah tangga. Dengan mencontoh pola pembinaan rumah tangga Rasulullah SAW, masalah-masalah yang sedang marak terjadi dalam keluarga modern diharapkan dapat teratasi.
Teratasinya permasalahan-permasalahan keluarga yang ada dalam masyarakat akan bernilai sangat penting bagi kehidupan sosial secara umum, karena yang demikian itu sedikit banyak pasti akan membantu menghilangkan krisis-krisis sosial yang ada saat ini.
Lalu apa rahasianya Rasulullah SAW dalam mengelola rumah tangganya?
Khadijah adalah istri pertama dari Rasulullah SAW yang paling dicintai olehnya dan paling berkesan dikehidupan Rasulullah SAW. Ia adalah seorang janda yang kaya, kuat kepribadiannya, cerdas, paling mulia, baik nasab (keturunan) maupun kedudukannya, dan cantik. Ketika menikah dengannya, umur Rasulullah SAW sekitar 25 tahun dan umur Khadijah sangat jauh bedanya, 40 tahun. Sehingga jelaslah bahwa yang menjadi titik berat tujuan Rasulullah SAW menikah bukanlah persoalan seks. Selain merupakan orang yang pertama kali beriman dengan risalah Rasulullah SAW, dia adalah istri yang paling banyak membantu Rasulullah SAW dalam masa-masa sulit tugas ke-Nabian dengan kebijakan serta kedewasaannya. Maka wajarlah bila kemudian, setelah meninggalnya Khadijah, meskipun Rasulullah SAW menikah dengan banyak wanita, Rasulullah SAW tidak pernah bisa melupakannya dan selalu terkenang akannya.
Putra-putrinya Rasulullah SAW jumlahnya 7 orang, tiga laki-laki dan empat perempuan. Nama ketujuh putra-putrinya tersebut sesuai urutan kelahirannya adalah: Qasim, Zainab, Ruqayyah, Fatimah, Umu Kultsum, Abdullah, dan Ibrahim. Semuanya dilahirkan oleh Khadijah, kecuali Ibrahim. Karena Ibrahim dilahirkan oleh Mariyah al-Qibthiyyah.
Kebiasaan Rasulullah SAW pada waktu pagi adalah mengunjungi istri-istrinya untuk memberikan petuah dan menanamkan ajaran agama. Sedangkan waktu untuk mengobrol dan bercumbu, beliau biasa melakukannya pada malam hari.
Kalau sedang berada di rumah, Beliau sering membantu istrinya. Tentang sifatnya di rumah, 'Aisyah mengomentari; "Beliau tidak pernah memukul siapapun, baik itu istri-istrinya maupun pembantunya." Ketika di ajukan pertanyaan apa saja yang dilakukannya dirumah, 'Aisyah menjelaskan: "Beliau selalu siap membantu istrinya. Jika tiba waktu shalat, beliau langsung beranjak untuk menunaikan shalat tersebut.
Rasul sering menjahit sendiri pakaiannya yang sobek atau sandalnya, mengisi ember, memeras susu kambing, dan melayani dirinya sendiri bila mau makan. Pekerjaan sampingan tersebut dilakukannya pada waktu-waktu tertentu, terkadang dikerjakannya sendiri atau bersama istrinya, meskipun dia punya pembantu." Selain itu, Rasulullah SAW juga ternyata sering bercanda dengan istrinya, terutama dengan 'Aisyah.
Adapun mengenai keadilan terhadap istri-istrinya, hal itu tempak sekali dalam beberapa kejadian. Misalnya, apabila Rasulullah SAW akan bepergian (yang tidak mungkin dilakukan dengan semua istri-istrinya), beliau mengundi mereka. Tak pernah sekalipun beliau menentukan langsung atau memilih salah seorang diantara mereka. Keadilan Rasulullah SAW juga tampak dalam hal berhubungan intim dengan istri-istrinya. Riwayat yang bersumber dari 'Aisyah menyebutkan bahwa beliau tidak pernah mengistimewakan sebagian mereka dalam hal hubungan intim. Selain itu, beliau juga selalu adil dalam pemberian nafkah dan membagi cinta kasihnya pada para istri.
Rasulullah SAW memang merupakan profil seorang suami dengan sifat-sifatnya yang utama, penuh keteladanan, berwibawa, dan sangat santun. Tetapi itu bukan berarti dalam rumah tangga Beliau sama sekali tidak pernah terjadi konflik. Rumah Tangga Rasulullah SAW, sebagaimana rumah tangga yang lain, sering diwarnai gejolak konflik, seperti kemarahan salah satu pihak atau kecemburuan.
Abu Dawud dan An-Nasa'i meriwayatkan bahwasannya 'Aisyah bercerita: "Aku belum pernah menemukan orang yang pandai memasak (untuk Nabi, dan dirumahnya seseorang untuk mengantarkannya pada Beliau) kecuali Shafiah, padahal Rasulullah SAW sedang gilirannya di rumahku. Darahku naik bagaikan memenuhi rongga dadaku sampai terasa sesak dan tubuhku gemetar. Akibat perasaan cemburu yang tak terkendalikan itu, maka segera kubanting mangkoknya yang berisi makanan itu." Menanggapi kecemburuan 'Aisyah itu, Nabi dengan sangat bijak hanya berkata dengan tenang: "piring harus diganti piring, makanan harus diganti makanan".
'Aisyah memang sangat pecemburu, terutama dengan Khadijah yang selalu disanjung Nabi. 'Asiyah bercerita: "pernah suatu kali Nabi menjanjung Khadijah di depanku. Maka meledaklah lahar cemburu dalam hatiku. Lalu aku mengatakan kepadanya: Bukankah dia hanya seorang perempuan tua bangka tak bergairah? kelebihan apakah yang dimiliki perempuan itu? padahal Allah telah memberikan gantinya untukmu yang lebih dalam segala-galanya dibanding dia? Mendengar ucapanku, Rasul marah tak terkira, sampai anak rambut dibagian dahinya meremang lantaran kemarahan yang luar biasa itu. Kemudian Beliau berkata: Tidak!! Demi Allah tidak!! Allah tidak pernah menggantikannya dengan seorang perempuan lain yang lebih baik dari Khadijah. (Tahukah kamu) dia beriman kepadaku tatkala orang lain menentang risalahku. (HR. Ibnu Atsir).
Begitulah, dalam membina rumah tangganya, fungsi seorang suami sebagai pemimpin rumah tangga sangat nyata dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Beliau selalu mendengar aspirasi para istrinya, tetapi pengambilan keputusan tertinggi dan kewenangan mengatur rumah tangga tetap ada padanya. Sering kali istri-istri beliau mempergunakan kebebasan dalam berbicara, sedangkan Beliau mendengarkan, menjawab, dan menyampaikan pendidikan.
Sebagai seorang pemimpin rumah tangga, Rasulullah SAW selalu berusaha membimbing dan mengarahkan seluruh anggota keluarganya untuk bertakwa kepada Allah SWT. Inilah mengapa rumah tangga Rasulullah SAW, meskipun sering terjadi konflik intern, tetapi utuh dan stabil.
Pemandangan ini sangat kontras perbedaannya dengan apa yang terjadi dewasa ini sebagai akibat arus feminisme ajaran barat, dimana fungsi kepemimpinan suami sudah tidak ada lagi dalam rumah tangga. Akibat hilangnya fungsi kepemimpinan suami itu, maka dalam rumah tangga tidak ada lagi pihak yang punya kewenangan untuk mengambil keputusan tertinggi. Rumah tangga pun menjadi sangat tidak stabil dan konflik yang terjadi seringkali berakhir perceraian.
Bagaimanapun, keluarga adalah sebuah organisasi kecil yang butuh adanya pemimpin. Ini bukan persoalan bias gender (pembagian posisi dan peran yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan), tetapi kenyataan watak kebutuhan dari sebuah organisasi bernama keluarga yang tak mungkin bisa kita pungkiri.
Oleh karena itu, sangat tepat sekali ajaran Islam yang mengajarkan dan menetapkan bahwa suami berfungsi sebagai pemimpin rumah tangga. Hanya saja, dalam hal menjalankan fungsi kepemimpinannya, seorang suami harus mampu bersikap bijak dan adil sebagaimana yang tampak dalam pribadi Rasulullah SAW. Suami juga tidak boleh menindas istrinya, membuatnya tertekan, apalagi sampai menyakitinya secara fisik. Apabila kita mampu menerapkan prinsip-prinsip pembinaan rumah tangga Rasulullah SAW dalam kehidupan rumah tangga modern, maka maraknya persoalan pertikaian dalam perceraian dalam kehidupan berkeluarga akan dapat teratasi.
Abu Ya'la meriwayatkan dari 'Aisyah RA. Ia pernah berkata "Aku mendatangi Rasulullah sambil membawa tepung yang sudah kumasak, lalu aku berkata kepada Saudah, dan Beliau berada diantara diriku dan Saudah. "Makanlah?, namun Saudah enggan. Maka aku berkata lagi "kamu makan atau harus aku polesi wajahmu dengan tepung ini!, Saudah tetap enggan. Tidak mau makan!? maka kuletakkan tanganku didalam tepung dan ku polesi wajah Saudah dengannya, Rasulullah tertawa melihat tingkah kami berdua. Beliau meletakkan tangannya didalam tepung seraya berkata "ayo polesi wajah 'Aisyah!", sambil tertawa kepada Saudah.
Rasulullah adalah sosok manusia dengan sifat-sifatnya yang utama, penuh keteladanan terpuji untuk kemanusiaan dalam hal perlakuan terhadap para istri secara bijak dan adil dalam memberikan giliran kepada mereka pada waktu malam, adil dalam pemberian nafkah, cinta kasih serta sikap santun dan sabar ketika menghadapi mereka yang sedang marah atau cemburu. Kondisi apapun yang dihadapinya, selalu diterima dengan pembawaan tenang dan penuh kasih seraya menasehati mereka dengan baik.
Kesimpulannya adalah bahwa pertama tujuan utama membentuk rumah tangga adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT dan menciptakan pola hidup yang Islami secara bersama-sama. Dengan memahami prinsip ini, rumah tangga yang dibina insyaallah akan sakinah, mawaddah warahmah, dan akhirnya akan dapat menghasilkan generasi berikutnya yang terdidik baik, punya integritas tinggi, dan bermoral.
Kedua tujuan membentuk rumah tangga bukanlah untuk pemenuhan kebutuhan seks atau materi semata. Banyak orang-orang sekarang yang ketika mencari istri atau suami pertimbangan utamanya adalah aspek-aspek seksualitas dan materinya saja, sedangkan aspek-aspek lainnya, seperti agama dan akhlak seringkali dilupakan. Akibatnya, rumah tangga yang dibangun pun menjadi sangat rapuh dan rentan konflik.
Ketiga suami adalah pemimpin dalam rumah tangga yang wajib memberi nafkah, melindungi, dan membimbing anggota keluarganya menuju ketakwaan pada Allah SWT dan Rasul-Nya. Meskipun begitu, suami tidak boleh bertindak semena-mena, karena baik suami, istri, maupun anak, masing-masing mempunyai hak sendiri-sendiri, yang hak itu harus dihormati oleh pihak lain.
Keempat pihak istri, walaupun dia berhak atas nafkah dari suami, tidak boleh terlalu mementingkan kehidupan duniawi. Dia harus mau mensyukuri hasil kerja maksimal suami meskipun itu sedikit. Istri yang terlalu menuntut suami dalam hal materi dapat menyebabkan pihak suami akhirnya mencari jalan pintas dengan mencari materi melalui cara-cara yang tidak halal.
Dan kelima rumah tangga berjalan diatas prinsip-prinsip keadilan, kerja sama, saling menasehati, dan saling melengkapi, satu sama lain. Kedua belah pihak harus senantiasa saling bantu-membantu dan bahu-membahu dalam mengarungi suka-duka kehidupan rumah tangga secara bersama-sama.
Semoga Bermanfaat :)
No comments:
Post a Comment