Sekitar 800 tahun lamanya, mimpi indah ini tersimpan rapi dalam lembaran-lembaran kitab hadits. Bukan tidak ada yang berminat menjadi pahlawannya. Sudah banyak, bahkan sekitar 11 kali percobaan telah dilakukan oleh tokoh-tokoh besar. Termasuk yang paling bersemangat adalah Abu Ayyub Al-Anshari. Kuburannya yang ditemukan di dekat benteng Konstantinopel (yang sekarang Turki) menjadi bukti kuat keinginannya untuk menjadi pembuat sejarah besar dan pewujud mimpi indah itu.
Sejarah besar hanya akan ditorehkan oleh orang-orang besar. Dari Utsman bin Erthugrul hingga Muhammad Al-Fatih. Pada usia 25 tahun, Muhammad Al-Fatih mampu membuktikan dirinya sebagai pelaku hadits mulia itu. Ia menjadi pembawa kabar gembira Sang Nabi untuk menaklukkan Konstantinopel, ibukota Imperium Bizantium. Sosoknya boleh jadi tidak begitu dikenal anak-anak generasi zaman sekarang ini. Tapi, sejarah sangat mengenalnya sebagai orang besar yang telah membuat sejarah besar dalam perjuangan besarnya.
Mungkin saja dalam sejarah dunia tidak akan ditemukan ada sebuah negara yang menduduki sebuah teritori wilayah begitu luas seperti yang dikuasai oleh Daulah Utsmaniyah, khususnya dalam sejarah Islam, Eropa dan Arab. Ahli sejarah maupun tidak dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa besar yang pernah disaksikan dunia kecuali dengan menjelaskan pula peran yang dimainkan oleh Daulah Khilafah Utsmaniyah dalam berbagai perjalanannya. Maka sejak saat bangsa Utsmani itu mendirikan negara mereka, sejarah dan posisi geografis dunia pun berubah seiring dengan kelahiran negara ini. Bahkan tidak ada yang dapat mengingkari bahwa Dinasti Utsman Turki ini ketika hendak mendirikan negara mereka, secara praktis dengan itu mereka tidak lain juga telah mengubah perjalanan sejarah.
Pemuda muslim yang namanya abadi itu adalah seorang sultan Utsmany (Dinasti Utsmaniyah), Muhammad II yang digelari sebagai Muhammad Al-Fatih. Al-Fatih bukan hanya sekedar sosok seorang pemimpin perang militer, namun ia juga adalah sosok yang mempunyai sebuah proyek peradaban raksasa untuk memindahkan negara Islamnya kedalam barisan Imperium-Imperium besar Eropa yang ada di zamannya, baik itu melalui keberhasilan-keberhasilan dalam bidang peradaban maupun pembangunannya. Karena itu, ia akademik serta upaya penyebaran ilmu di seluruh penjuru negeri yang sangat luas itu. Ia juga mendirikan perpustakaan-perpustakaan besar dan menetapkan sistem yang sangat detail yang menunjukkan sebuah kecerdasan ilmiah yang telah mendahului zamannya.
Al-Fatih juga sangat mencintai para ulama, selalu berhasrat mengundang mereka hadir di istananya dan mengambil manfaat dari ilmu mereka. Meski dengan itu semua, ia juga mempunyai perhatian terhadap para penyair dan sastrawan serta kegiatan penerjemahan. Ia membangun berbagai rumah sakit, istana, masjid dan pasar-pasar besar. Ia sangat memperhatikan pengaturan perdagangan dan produksi. Ia juga mengeluarkan sebuah aturan yang sangat detail untuk manajemen administrasi, khususnya terkait dengan bidang ketentaraan dan kelautan serta sistem peradilan, yang dijadikannya sebagai lembaga yang independen, dan ia juga menegaskan polisi para hakim yang begitu terhormat dan pentingnya menetapkan putusan yang adil dan setara.
Sejarah Muhammad Al-Fatih menunjukkan sebuah visi yang jauh yang dimiliki oleh Kekhilafahan Islam Utsmaniyah. Itu tentu saja berbeda dengan apa yang berusaha dikembangkan oleh sebagian orang, yaitu strategi yang dijalankan oleh Penjajahan Inggris paska Perang Dunia I yang mempropagandakan ide Nasionalisme Arab untuk memperburuk dan menyerang sejarah Khilafah Utsmaniyah. Ide inilah yang kemudian berkembang menjadi dukungan untuk membentuk Liga Arab dengan tetap meletakkan batu sandungan untuk menghalangi keberhasilannya.
Penaklukkan-penaklukkan Islam di masa Khilafah Utsmaniyah dan kekuatan negara dari sisi militer dan administrasi menunjukkan visi yang jauh yang dimiliki kekhilafahan ini dimana Muhammad Al-Fatih sebagai pemimpin negara ini mempunyai pemikiran strategis dan komprehensif (mempunyai wawasan yang luas). Juga menunjukkan bahwa kemenangan-kemenangan yang berhasil diwujudkan oleh Al-Fatih tidak lain hanyalah merupakan salah satu unsur dari sebuah proses yang berpandangan jauh ke depan untuk meletakkan pijakan-pijakan yang kuat mengakar, di mana di atas pilar-pilarnya berdirilah Kekhilafahan Islam yang membentang dari Timur dan Barat, yang kemudian menggantikan kerugian besar umat Islam paska kejatuhan Andalusia.
Visi Muhammad Al-Fatih mulai nampak lebih jelas ketika ia mengandalkan berbagai potensi dan sumber daya yang membentuk Kekhilafahan Islam di sepanjang fase perjalanannya. Hal itu dilakukakan dalam rangka membangun sebuah negara yang memiliki pilar yang kokoh dan mampu untuk bertahan, melakukan perluasan dan tegar menghadapi serangan.
Muhammad Al-Fatih mengerahkan hampir semua potensinya untuk memperkuat visi strateginya yang lebih luas dengan berpikir secara ilmiah dan manajerial dalam berbagai instrumen negara Khilafah Utsmaniyah. Semua ini dilakukan melalui lingkup yang beragam, dimana masing-masing pihak melakukan kerja-kerja yang telah ditentukan langkah-langkahnya. Lalu pada titik akhir struktur manajerial yang kuat ini terdapat sebuah lembaga bernama "Diwan", yang dapat dianggap sama dengan kedudukan Badan Administrasi Harian Urusan Negara, dimana para penasehat berkumpul sebelum Zhuhur setiap hari selain hari-hari libur resmi. Badan Administrasi ini terdiri dari perdana menteri, para menteri, para hakim, qadhi Istanbul, Agha Inkasyariyah dan beberapa petinggi negara dalam kapasitas jabatan mereka.
Pembacaan yang dalam terhadap pertempuran penaklukan Konstantinopel serta semua persiapan dan peristiwa yang terjadi di seputarannya, dan hal-hal yang kemudian terjadi sesudahnya, semuanya menyingkap betapa jelasnya visi strategis Muhammad Al-Fatih. Tidak hanya dalam memanajemeni pertempuran militer, namun juga telah berada pada tingkat pemikiran komprehensif dengan semua tingkatannya.
Maka penaklukan Konstantinopel dapat dikatakan seperti puncak gunung tinggi untuk sebuah bangunan kekuatan militer yang besar. Muhammad Al-Fatih berhasil membangun pilar-pilarnya di atas landasan keilmuan yang jelas, yaitu ketika untuk pertama kalinya muncul apa yang saat ini dikenal sebagai ilmu-ilmu militer. Muhammad Al-Fatih memberikan dukungan kuat terhadap produksi-produksi militer pendukung yang bekerja untuk menutupi kebutuhan pasukan terhadap pakaian, pelana, perisai, produksi peluru dan senjata. Meskipun produksi semacam ini sudah dikenal sebelumnya, namun Muhammad Al-Fatih adalah orang pertama yang menyadari urgensi strategis produksi-produksi seperti ini, lalu memberinya upaya sistematik dan terencana yang layak diberikan untuk hal semacam ini.
Lalu terkait dengan struktur militer secara langsung, Muhammad Al-Fatih mendirikan beberapa kamp dan benteng di titik yang memiliki urgensi strategis. Ia juga kembali melakukan pembagian pasukan, khususnya pasukan ifanteri dan pasukan pendukung logistik serta pasukan tempur dengan kotak-kotak perbekalan di medan tempur. Untuk pertama kalinya, satu unit pasukan bernama "Laghmajiyah" dimunculkan. Misalnya adalah menanamkan ranjau dan menggali terowongan di bawah tanah saat terjadinya pengepungan benteng yang akan ditaklukkan.
Muhammad Al-Fatih juga mengaitkan ilmu-ilmu militer dengan ilmu-ilmu alam lainnya, dimana ia mendirikan sebuah universitas militer untuk melahirkan para insinyur, dokter hewan, ahli biologi dan arsitektur agar dapat dimanfaatkan ilmunya dalam peperangan dan pertempuran. Di masanya, pendidikan dengan pengertiannya yang komprehensif memiliki kedudukan yang sangat penting bagi Muhammad Al-Fatih. Karena itu ia mendirikan sejumlah lembaga pendidikan untuk melahirkan para ilmuwan, khususnya dalam bidang ilmu alam dan teknik, dengan memanfaatkan perkembangan yang telah dicapai sebelumnya oleh Khilafah Islamiyah dalam bidang ilmu pengetahuan.
Jika kita berpindah kepada administrasi militer terhadap perang penaklukan Konstantinopel, kita akan menemukan bahwa Muhammad Al-Fatih telah mengkaji berbagai pengalaman para panglima perang Islam yang telah mendahuluinya untuk menaklukkan Konstantinopel, mutiara Imperium Bizantium. Karena meskipun konstantinopel terletak di tengah-tengah wilayah kekuasaan khilafah Utsmaniyah, meskipun pasukannya berjumlah 10 kali lipat kekuatan pasukan Byzantium dari segi jumlah, namun ia tidak segera mengambil keputusan untuk menyerang kota itu, walaupun semua faktor-faktor militer yang ada di hadapannya telah dapat memberikan jaminan atas keputusan itu. Namun gambaran umumnya bisa saja justru menghasilkan hal yang lain dan jauh dari yang dibayangkan.
Muhammad Al-Fatih mengetahui betul bahwa pertempuran itu pasti tidak ringan. Konstantinopel adalah jantung Byzantium dan juga pusat gereja-gerejanya di masa itu. Ia mempunyai kedudukan strategis yang unik. Semua sarana perlindungan alami dimilikinya (darat maupun laut). Ia terlindungi oleh Teluk Bosporus dari arah Timur dan Utara. Lalu ia sendiri membentang dari arah Barat untuk kemudian bersambung lagi dengan daratan. Menara-menara dan bentengnya memiliki lebar hingga 30 hasta (). Dari sisi lain, Konstantinopel dapat dianggap selama 10 abad menjadi pusat Kristen dan tetap kokoh menghadapi 29 kali upaya pengepungan.
Hal lain yang juga menambah kesulitan misi para penyerang kota itu adalah keberhasilan orang-orang Byzantium menemukan sebuah senjata baru, yaitu "Api Yunani". Ini adalah sebuah campuran kimiawi yang terdiri dari belerang, minyak tanah dan ter (aspal). Hal ini semakin menambah mudah untuk melindungi kota tersebut dengan kekuatan yang jauh lebih kecil dari kekuatan para penyerang.
Dalam strateginya untuk menaklukkan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih bertumpu pada prinsip strategi penting yang intinya adalah, bahwa pertempuran penentu tidak dapat disandarkan kepada faktor manusia saja jika tidak didukung dengan senjata dan perlengkapan militer yang memadai. Karena itu, ia meminta kepada para ahli militer untuk menciptakan sebuah senjata baru yang memudahkan penghancuran parsial terhadap tembok-tembok benteng Konstantinopel, tanpa harus mengambil begitu banyak tenaga. Dan benar saja, kaum muslimin pun berhasil membuat sebuah meriam yang paling kuat dan besar di dunia pada waktu itu.
Dalam hal ini, Muhammad Al-Fatih mengandalkan meriam beratnya yang menghantam pagar-pagar benteng Konstantinopel, dan kaum muslimin melakukan serangannya di waktu siang lalu beristirahat di waktu malam. Semua itu mempunyai dua tujuan militer strategis: pertama, Menguras habis tenaga musuh, di mana tembok-tembok benteng yang kuat itu adalah dua lapis pagar, lapisan pertama dengan lebar 15 hasta dan lapisan kedua dengan lebar 30 hasta. Keduanya dipisahkan oleh aliran air. Pagar-pagar ini dihancurkan pada siang hari lalu dibangun kembali di malam hari. Begitulah cara Muhammad Al-Fatih membuat pasukan musuh menjadi lelah.
Muhammad Al-Fatih juga menggunakan strategi perang psikologis sebagai salah satu metode yang efektif untuk meruntuhkan semangat pasukan pelindung kota itu. Itu dilakukan dengan menggunakan meriam raksasa yang didukung dengan terus menerus melakukan serangan, baik laut maupun darat, hingga membuat musuh kelelahan. Lalu pada sisi yang lain, Muhammad Al-Fatih selalu memperhatikan upaya-upaya untuk mengangkat semangat pasukannya. Ia juga menyadari misi penting yang diemban para ulama dan syaikh dengan cara memberikan semangat dan ruh jihadi dalam diri-diri kaum muslimin.
Dalam sebuah ramuan luar biasa antara ilmu Tipografi dan militer, Muhammad Al-Fatih berhasil memanfaatkan jalur pengaliran air yang selama ini menjadi penghalang bagi kaum muslimin dan salah satu pelindung utama bagi kalangan Byzantium. Muhammad Al-Fatih kemudian memindahkan kapal-kapalnya dari Teluk Bosporus menuju Teluk Tanjung Emas melalui darat dengan jarak 3 mil, yaitu dengan cara membawa kapal-kapal itu di atas papan-papan kayu yang telah diberi minyak dan lemak. Jalur-jalurnya pun diratakan sehingga memudahkan kapal-kapal itu dengan mudah tergelincir turun. Itu semua dilakukan dalam satu malam. Selama itu ada 80 kapal yang dipindahkan. Pemindahan itu diiringi dengan tembakan keras dengan meriam terhadap tembok-tembok Konstantinopel, agar musuh tidak menyadari proses pemindahan kapal itu. Langkah mengejutkan yang strategi ini memberikan pengaruh yang besar dalam memaksimalkan sisi psikologis dan melemahkan langkah-langkah pembelaan kekuatan Byzantium.
Salah satu prinsip lain yang penting adalah mengandalkan unsur kejutan dan mendahului penyerangan terhadap musuh dari arah yang dianggapnya telah aman. Inilah yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih yang sengaj mengejutkan musuhnya dengan menggali beberapa terowongan di bawah tembok-tembok benteng Konstantinopel ke arah masuk ke dalam kota. Hal ini kemudian memberikan rasa takut kepada musuh-musuh. Belum lagi ide untuk memindahkan kapal-kapal laut. Itu semua memutuskan jaringan komunikasi dengan kekuatan-kekuatan yang dapat menghancurkan pihak penyerangan (Utsmani). Pada saat yang sama, dukungan rakyat terhadap kekuatan pelindung kota menjadi terhalang karena rasa takut yang memenuhi penjuru kota. Mereka kini membayangkan bahwa bumi akan terbelah dan dari situ akan keluar pasukan Islam menyerang mereka. Lalu Konstantinopel pun ditaklukkan.
Semakin menyalalah semangat para prajurit itu. Semangat islam mereka terpancing. Mereka sujud berdoa kepada Allah SWT agar menyempurnakan kemenangan itu untuk mereka. Teriakan-teriakan pasukan pun semakin keras membahana menembus lapisan langit: "Allah! Allah! La ilaha illallahu....Muhammad Rasulullah!".
Uskup Kepala Konstantinopel, Leonard yang ikut menyaksikan pemandangan mengagumkan ini dengan kedua matanya mengatakan: "Andai engkau seperti kami mendengarkan teriakan mereka yang bersahutan dan menggema ke langit: 'La ilaha illallahu Muhammad Rasulullah', niscaya engkau akan gemetar dan takjub karenanya."
Tidak ada kemuliaan yang tertinggi dan paling berharga daripada pujian dan sanjungan Rasulullah SAW. Dan Muhammad Al-Fatih adalah satu-satunya orang di abad-abad belakangan yang mendapatkan kemuliaan ini. Rasulullah SAW bersabda tentang pasukannya:
"Sungguh Konstantinopel itu akan ditaklukkan. Maka sungguh sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin (penaklukkan)nya, dan sungguh sebaik-baik pasukan adalah pasukan (penaklukkan)nya."
Sumber: Buku: Muhammad Al-Fatih penakluk Konstantinopel - Pengarang: Syaikh Ramzi Al-Munyawi.
Semoga Bermanfaat :)
No comments:
Post a Comment